Kamis, 06 November 2008

BIARKAN YANG MUDA BERKARYA

Anak muda, baik di jaman sebelum kemerdekaan, jaman revolusi, jaman orde lama, orde baru hingga sekarang, tetaplah anak muda dengan cara pandang dan rasio berpikirnya. Cenderung agresif dan tidak sabar dalam bertindak, kurang pengalaman dan cenderung instan. Mungkin beberapa alasan itulah yang membuat banyak “orang tua” beranggapan bahwa anak muda tidak perlu diberi tempat, atau paling tidak selalu didikte dalam melakukan sesuatu.
Mungkin sebagian dari kita masih ingat tentang iklan salah satu rokok. Bagaimana seorang bawahan yang masih muda dipanggil menghadap bos yang bisa dikategorikan “orang tua”. Ia didandani mirip sekali dengan bosnya itu. Bahkan si bos harus rela memberikan pakaiannya, celananya hanya supaya si anak mirip dengan si bos. Belum habis di situ, ketika si bawahan hendak keluar, ia yang berpostur lebih tinggi dari bosnya itu harus “direndahkan” posturnya hingga ia setinggi bosnya. Duh, ribet…
Memang sebuah kenyataan bahwa “orang tua” lebih banyak menuntut agar pemuda sekarang menjadi “sesuatu” yang sesuai dengan kehendak mereka. Mereka menjadikan pemuda sebagai robot, bukan manusia. Hak-hak dan intelegensi mereka tidak diakui. Mereka merasa; “Saya sudah banyak makan garam, dan kamu adalah anak kemarin sore”. Mereka mengatakan hal itu tanpa beban sama sekali. Menekankan bahwa yang tua-lah yang lebih baik, dan mereka harus menurut apa kata orang tua.
Ironis memang. Mereka berkata bahwa mereka sudah banyak makan garam, tanpa sedikitpun memberikan kesempatan yang muda merasakan bagaimana rasa garam itu. Mereka hanya bilang: Asin! Titik! Padahal jika mau sedikit saja mengakui bahwa pemuda itu “ada” dengan segala keberadaannya, pasti itu akan lebih baik. Mengapa? Dengan segala kepandaian dan inovasi yang dimiliki pemuda, dan sedikit saja pengakuan orang tua dengan pengalamannya, maka suatu pekerjaan atau hal akan terselesaikan dengan baik.
Memang sulit menyatukan prinsip dari dua generasi yang berbeda. Lihat saja peristiwa Rengas Dengklok, di saat-saat menjelang peristiwa proklamasi RI saat itu. Lihat juga keadaan sekitar kita, pasti banyak ditemui contoh-contoh nyata, dan rasanya kedua generasi itu selalu saling berbenturan.
Kesepakatan sulit tercapai dengan orang yang berprinsip. Dari hal itu mungkin seyogyanya yang muda sedikit “mengerem” laju kecepatannya, yang tua sedikit “murah” berbagi pengalamannya. Mengurangi ego dan prinsip masing-masing. Jika telah terbina demikian, pasti segalanya akan lebih baik. Bagaimana tanggapan Anda, yang muda? Atau Anda yang tua ingin membantah? Silahkan.

1 komentar:

Kaka mengatakan...

mas.. termasuk ke sy juga ya harus berkarya .. sudah usia brp mas
http://asephd.co.cc