Jumat, 24 Oktober 2008

Anak Singkong

Anak singkong identik dengan kesederhanaan, keluguan dan kepolosan. Berbagai tingkah dan polah anak singkong cukup bisa dijadikan bahan sekedar untuk senyum simpul. Mungkin di jaman sekarang, anak singkong kurang lebihnya bisa disamakan dengan bolang, bocah petualang. Namun di dunia pendidikan, julukan anak singkong bisa jadi sebuah canda yang menusuk hati. Hal tersebut karena julukan anak singkong bisa diartikan bahwa kita kurang pendidikan, atau dalam dunia teknologi bisa diartikan bahwa kita ini gaptek.

Menyoal singkong, penulis akan mencoba menghubungkannya dengan dunia pendidikan kita. Dunia pendidikan di Indonesia yang kata banyak orang bagaikan kereta api yang berjalan di atas rel yang menanjak. Singkong di mata anak SD, SMP dan SMA serta SMK.

Tingkat SD

Ditingkat ini, siswa akan diberi gambaran mengenai singkong, bagaimana bentuk singkong, bagaimana tanamannya. Itu saja, tidak lebih. Mungkin guru yang inovatif akan menyertakan gambar singkong, baik menggambarnya di papan tulis, atau menunjukkannya melalui slide. Siswa akan diberitahu bahwa itulah singkong, begitulah bentuknya. Itulah tanamannya, begitulah daunnya. Sudah.

Tingkat SMP

Ditingkat ini siswa akan diajarkan dimana saja singkong bisa ditanam, bagaimana struktur singkong, baik daunnya maupun akarnya. Mengapa akar singkong membesar dan apa saja kandungannya. Mulai di tingkat ini siswa sudah mulai masuk lab untuk meneliti (secara sederhana tentunya) tentang singkong itu.

Tingkat SMA

Di tingkat SMA siswa mulai diajarkan bagaimana mengolah singkong menjadi bahan yang enak untuk dinikmati. Resep apa saja yang diperlukan untuk membuatnya. Misalkan saja cara bagaimana membuat keripik singkong, atau membuat kue apapun dari singkong. Bumbu apa saja yang diperlukan, berapa takarannya dan lain sebagainya.

Tingkat SMK

Ditingkat SMK siswa tidak hanya belajar resepnya saja, namun juga mulai praktik. Mulai diajarkan cara menggoreng singkong dengan benar, berapa lama menggorengnya atau apalah itu. Siswa juga diajarkan bagaimana memasarkan singkong itu ke masyarakat, bagaimana menarik daya beli masyarakat dan sebagainya.

Itulah sekelumit singkong di mata penulis terhadap hubungannya dengan siswa di tingkat SD, SMP, SMA dan SMK. Di luar tingkatan tersebut OK saja sih, asalkan jangan menjadi anak singkong Indonesia.

Tidak ada komentar: